- Indonesia memerlukan standardisasi laporan berkelanjutan, yang dapat menjadi acuan bagi investor dalam melakukan keputusan investasi.
- Diperlukan standar pelaporan dengan kualitas yang lebih tinggi dan baku dalam hal pelaporan
- Dari survei yang dilakukan oleh International Federation of Accountant terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, hanya 20% laporan keberlanjutan yang diaudit oleh lembaga independen.
Jakarta, 17 November 2022 — Untuk menarik minat investasi hijau, diperlukan standardisasi laporan berkelanjutan, yang dapat menjadi acuan bagi investor dalam melakukan keputusan investasi. Hal tersebut dinyatakan dalam sesi diskusi “Engagement Through Financial Sector” dalam Indonesia Net Zero Summit 2020: Industrial Decarbonization at All Cost yang diadakan di Bali pada 11 November 2022 lalu.
Sesi terakhir dari Summit ini membahas tentang pelibatan industri jasa keuangan dalam upaya dekarbonisasi industri. Pembiayaan dan investasi merupakan mitigasi iklim dan peradaban zero emission di masa depan dimungkinkan jika entitas jasa keuangan memainkan perannya secara aktif. Layanan keuangan dapat memainkan perannya dan memberikan dampak sistemik dalam upaya transisi ke net zero. Tentu ini membutuhkan regulasi yang jelas dan mendukung serta upaya-upaya dari berbagai entitas layanan keuangan serta perusahaan yang menjadi tujuan investasi sendiri untuk terlibat.
Pemerintah yang diwakili oleh Lembaga Otoritas Jasa Keuangan mengatakan saat ini sudah terdapat mengambil langkah-langkah untuk mendukung keuangan berkelanjutan dan transisi ekonomi hijau dengan merilis beberapa kebijakan. OJK, misalnya, mendorong perusahaan penyedia layanan keuangan mempertimbangkan ketersediaan rencana aksi keberlanjutan sebelum menyalurkan investasi ke perusahaan-perusahaan yang menjadi tujuan.
OJK telah merilis Peraturan OJK nomor 51 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan Publik. Peraturan ini akan menjadi payung bagi institusi-institusi di sektor layanan jasa keuangan untuk menerapkan layanan keuangan berkelanjutan untuk mendukung target Net Zero. OJK juga sudah merilis peraturan nomor 60 tahun 2017 tentang penerbitan green bond, yang memberikan keleluasaan untuk menerbitkan green bond di Indonesia. Di tahun 2022 ini juga, OJK sudah menerbitkan dokumen taksonomi hijau versi 1.
“Dokumen ini adalah dokumen hidup, dan jika ada perkembangan dari aktivitas berbagai perusahaan, maka masih ada pengembangan dan perbaikan di versi-versi selanjutnya”, ungkap Edi Broto Suwarno dari OJK.
Peran lembaga layanan keuangan dalam transformasi menuju ekonomi hijau
Kelvin Tan dari HSBC menyatakan pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah perubahan iklim. “Kita mempunyai ancaman yang nyata untuk eksistensi kita saat ini dalam hal perubahan iklim, karena waktu kita sangat terbatas,” paparnya.
Maka, menjadi hal penting dan berguna bagi pemain di sektor jasa keuangan untuk membantu para pelanggan untuk bertransformasi agar tetap relevan di masa depan, karena bagaimanapun ekonomi dunia sedang berjalan menuju ekonomi rendah karbon.
HSBC sudah menetapkan target Net Zero di tahun 2050, sesuai dengan Perjanjian Paris. Sebagai lembaga layanan keuangan, emisi terbesar berada di scope 3 yang tidak lain adalah pembiayaan yang dilakukan. Dan cara satu-satunya untuk dapat menuju net zero emission adalah dengan bekerja sama dengan para klien, baik itu yang ada di Indonesia maupun global.
HSBC juga melihat peluang-peluang untuk mempercepat solusi iklim seperti teknologi-teknologi hijau dan solusi berbasis alam untuk mengurangi deforestasi serta memikirkan bagaimana untuk dapat mendukung dalam hal infrastruktur finansial.
Schroders Indonesia juga mempersiapkan perusahaan dalam memberikan jasa keuangan hijau. Dalam konteks pembiayaan investasi, Schroders Indonesia telah melakukan banyak upaya, sebagai perusahaan publik telah melakukan banyak investasi dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk menuju target net zero emission.
Schroders Indonesia mendorong semua perusahaan yang diinvestasikan untuk menetapkan target penurunan emisi di tahun 2050, dan akan melakukan monitoring dengan kerangka berbasis sains secara internal dan juga mengajak pihak ketiga untuk bersama melihat upaya dan capaian penurunan emisi yang terukur.
“Kita tidak mau hal ini menjadi apa yang dibilang orang ‘hoax-thing‘ yang tertulis di kertas dan tidak berdampak apapun dalam konteks progres. Ini adalah hal-hal yang kami lakukan untuk mencapai target kami dan berpartisipasi dalam gerakan global ini”, ungkap Michael Tjoajadi dari Schroders Indonesia.
Standardisasi pelaporan keberlanjutan untuk mendorong pembiayaan berkelanjutan
Untuk membuat investor tertarik dan mau melakukan investasi di sektor keuangan hijau, diperlukan standardisasi laporan keberlanjutan yang dapat menjadi acuan untuk investor dalam melakukan pengambilan keputusan.
Berkaca situasi saat ini, dari survei yang dilakukan oleh International Federation of Accountant terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, hanya 20% laporan keberlanjutan perusahaan-perusahaan tersebut yang diaudit oleh lembaga independen.
“Permasalahannya karena tidak ada standar pelaporan yang dapat digunakan oleh auditor untuk memeriksa laporan tersebut. Menurut saya ini adalah masalah besar”, ucap Rosita Uli Sinaga dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Indonesia membutuhkan standar dengan kualitas yang lebih tinggi dan baku dalam hal pelaporan. Pada gelaran G20 sebelumnya di Italia, International Financial Accounting Standard (IFRS) telah menerima izin untuk menyusun dewan standar kualitas pelaporan berkelanjutan yang disebut International Sustainability Standard Board. Bersamaan dengan momen kepemimpinan G20 saat ini penting bagi Indonesia perlu untuk menyiapkan hal serupa dan untuk dapat menetapkan dan menyelaraskan dengan standar di tingkatan global.
Perlu upaya besar untuk mengharmonisasi kebijakan dengan berbagai inisiatif untuk mendorong lembaga layanan keuangan agar dapat memberikan dampak sistemik, melibatkan banyak pihak dari berbagai sektor industri untuk melakukan dekarbonisasi industri dan bertransisi menuju net zero emission.